Metode Pembinaan Akhlak Terhadap Anak Dalam Keluarga
1. METODE
PEMBINAAN AKHLAK TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA
Salah satu alasan pentingnya pembinaan
keagamaan anak dalam rumah tangga karena dari ibu dan ayahnya, seorang anak
pertama kalinya memperoleh bimbingan dan pendidikan. Tugas merekalah sebagai
guru atau pendidikan tama bagi anak-anak dalam menumbuhkan dan mengembangkan
kekuatan mental, fisik dan rohani anak-anak.[5]
Bagi orang tua yang sadar tentunya
memahami arti pentingnya pembinaan keagamaan anak di dalam rumah tangganya, karena
anak adalah makhluk berakal yang sedang tumbuh, bergairah dan ingin menyelidiki
segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Dengan adanya kesadaran semacam itu,
tentunya ibu dan bapak merasa terpanggil untuk membina anak-anaknya sejak kecil
demi mengembangkan segala potensi yang masih terpendam dalam diri mereka.[6]
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat
dan cobaan. Kelak amanat dan cobaan ini akan dipertanggungjawabkan di sisi
Allah SWT. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah [7]yang artinya :
Dan
Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan…[8]
Adanya kekhawatiran Allah terhadap
amanat yang diberikan kepada kedua orang tua, maka Allah menegaskan agar tidak
memandang enteng dan terlena dengan cobaan tersebut. Oleh karena itu Allah
kembali menegaskan dalam firman-Nya[9] yang artinya :
Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…[10]
Berdasarkan kedua ayat di atas, kini
Allah memberikan ultimatum kepada orang tua agar mengingat selalu pesan
Allah[11] yang artinya:
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…[12]
Pedihnya siksaan yang telah dijanjikan
Allah itu, tentunya apabila berkaitan dengan masalah pembinaan keagamaan anak
dalam rumah tangga, maka yang menjadi sorotan utama adalah ibu dan ayah karena
dari keduanya anak dilahirkan. Anak sendiri dalam ajaran Islam ketika
dilahirkan ibarat kertas yang siap dijadikan sebagaimana yang diinginkan orang
tua, baik keinginan tersebut disadari ataupun tidak. Walaupun anak sedikit banyaknya
dipengaruhi oleh faktor heredities (keturunan), tetapi ia juga akan siap
dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar tempat ia tumbuh. Teori konvergensi
inilah yang tampaknya mendekati dengan sabda Nabi berikut ini :
كل
مولود يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه او ينصرانه او يمجسانه (رواه البخارى)
[13]
Setiap
orang yang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), hanya ayah dan ibunyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. (H. R. Bukhari)
Apabila orang tua mencintai anaknya dan
menjaga amanat yang diberikan kepada mereka tentunya akan secara suka rela dan
tidak menemukan kesulitan –walaupun kesulitan tersebut dipastikan ada, namun
dapat dianggap sebagai warna warni hidup- dalam mendidik dan membina anak dan
keagamaannya.[14]
Tujuan Pembinaan Keagamaan
Anak dalam Rumah Tangga
Tujuan pembinaan keagamaan dalam rumah
tangga menurut Athiyyah al-Abrasy adalah untuk pembinaan akhlak anak,
menyiapkan anak untuk hidup di dunia dan akhirat, menguasai ilmu, dan memiliki
keterampilan bekerja dalam masyarakat.[15] Tujuan lain dapat dilihat dalam
kutipan berikut ini :
Agar anak mampu berkembang secara
maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan anak, yaitu jasmani, akal dan
rohani. Tujuan lain adalah membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan
pribadi anak didiknya. [16]
Selanjutnya Ahmad Tafsir mengatakan
bahwa inti dari pembinaan yang harus dilakukan pada setiap keluarga adalah
pembinaan qalbu (hati) atau dalam istilah yang spesifik adalah pembinaan agama
pada anak. Adanya pembinaan agama seperti ini, menurutnya orang tua dapat
menanamkan nilai-nilai agama dalam pandangan hidup yang kelak mewarnai
perkembangan jasmani dan akal anak. Selain itu penanaman sikap kelak menjadi
basis dalam menghargai guru dan pengetahuan sekolah. [17]
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, di sini dapat dikatakan bahwa pembinaan keagamaan
anak dalam keluarga adalah pembinaan agama anak. Anak akan mengetahui bagaimana
hidup dengan baik, berdisiplin, menghormati orang tua dan berikutnya
menghormati guru. Semuanya itu ada dalam pembinaan agama
Beberapa
Metode Pembinaan Keagamaan Anak
1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani
dan Nabawi
Topik yang
digunakan dalam percakapan seperti ini tidak dibatasi, ilmu pengetahuan ataupun
ilmu agama juga termasuk di dalamnya. Kadang dalam percakapan seperti ini tidak
harus diakhiri dengan kesimpulan yang jelas masing-masing pihak mengambil
pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya sesuai dengan topik percakapan
tersebut. [1][18]
Menurut
Nahlawi dalam Alquran dan Hadits terdapat berbagai jenis percakapan yakni : hiwar
khitabi atau ta'abbudi, hiwar washfi, hiwar qishashi (percakapan
tentang sesuatu melalui kisah), hiwar jadali dan hiwar nabawi. [2][19]
a. Hiwar Khitabi atau Ta'abbudi
Model percakapan seperti ini adalah
percakapan antara Tuhan dengan haba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan
mengatakan "wahai orang-orang yang beriman". Orang yang beriman
menjawab dalam qalbunya "kusambut panggilan Engkau ya rabb".
Maksud dialog antara Tuhan dengan hamba-Nya ini merupakan suatu petunjuk bahwa
dalam pembinaan anak dalam rumah tangga dapat dijadikan sebuah contoh pada
anak. [3][20] Diharapkan melalui
dialog ini, orang tua dapat mengambil pelajaran bahwa Alquran menanamkan
hal-hal penting untuk dijadikan suatu pelajaran supaya anak :
1) Tanggap terhadap persoalan yang
diajukan Alquran, merunungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di
dalam qalbu;
2) Menghayati makna kandungan Alquran;
3) Mengarahkan tingkah laku anak agar
sesuai dengan petunjuk Alquran
b. Hiwar Washfi
Hiwar Washfi
adalah dialog antara Tuhan dengan para malaikat atau dengan makhluk gaib
lainnya. Dialog semacam ini dapat dijadikan contoh dalam pembinaan keagamaan
anak dalam keluarga untuk menghadirkan kejadian-kejadian makhluk-makhluk Tuhan
yang telah membangkang perintah-Nya dan makhluk-makhluk Tuhan yang taat
kepada-Nya. Akibat dari pembangkangan ini, anak akan dapat membayangkan dengan
rasa dan emosional yang dimilikinya betapa pedihnya siksaan dari Tuhan dan
betapa nikmatnya balasan Tuhan bagi orang yang taat. [5][22] Oleh karena itu, orang
tua perlu membangkitkan semangat anak-anaknya supaya tidak terjerumus
sebagaimana orang-orang yang membangkang tersebut.
c. Hiwar Qishashi
Hiwar Qishashi
adalah percakapan Tuhan dengan hamba-hamba-Nya seraya menceritakan kisah-kisah
yang memang benar terjadi pada masa lampau. Kisah-kisah tersebut dapat dilihat
sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi Luth, umat Nabi Nuh, kedurhakaan
Fir'aun dan Namruzh. Berdasarkan hiwar ini, anak diajak untuk selalu
hidup di jalan yang benar dan membela untuk kepentingan yang benar sesuai
dengan tuntutan dan tuntunan Tuhan. [6][23]
d. Hiwar Jadali
Hiwar Jadali
adalah dialog Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang dengan serta merta Tuhan
menghadirkan beberapa argumentasi atau hujjah bahwa Wahyu yang
diturunkan kepada Muhammad beserta ajarannya adalah benar jika dibandingkan
dengan kepercayaan masyarakat kala itu bahwa Latta, Uzza dan Manat
adalah Tuhan mereka. Dialog semacam ini dapat dijadikan petunjuk kepada orang
tua perlunya anak-anak terbiasa dapat mempertahankan argumentasi yang didasari
akal yang sehat dan dalil-dalail yang telah tertulis dalam Alquran. [7][24]
Ahmad tafsir menyatakan bahwa hiwar
jadali mengandung nilai pendidikan agar anak terdidik untuk menegakkan
kebenaran dengan menggunakan hujjah yang kuat, kemudian berdasarkan hujjah
tersebut anak akan terdidik untuk menolak kebatilan, karena hal tersebut adalah
sangat rendah, dan anak juga anak terdidik selalu menggunakan gaya berpikir
yang sehat, mengambil keputusan di antara banyak keputusan berdasarkan akal
yang sehat. [8][25]
e. Hiwar Nabawi
Hiwar Nabawi
adalah percakapan yang digunakan Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Nabi
menghendaki agar para sahabat mengajukan pertanyaan kepadanya yang selanjutnya
Nab akan memeberikan jawaban kepada mereka. Namun pada saat itu tidak ada yang
bertanya, maka untuk mengajar para sahabat Jibri diutus Allah dan bertanya
seraya mengajarkan para sahabat bagaimana caranya bertanya.[9][26]
Berdasarkan dialog ini, orang tua perlu
mengajarkan kepada anaknya untuk berani bertanya sesuai dengan kapasitas yang
dimilikinya. Begitu jgua orang tua tentunya tidak merasa bosan dan selalu siap
dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak sebagaimana Nabi menginginkan
para sahabatnya bertanya kepadanya.
2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi
Metode ini amat mengandung unsur pedagogis karena
apabila orang tua dapat menghadirkan cerita-cerita yang di yang dikisahkan oleh
Alquran sendiri atau yang disampaikan Nabi, maka sebenarnya dapat membangkitkan
semangat anak untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya sehingga
dengan timbulnya sikap seperti ini akan merasa terkesan dan selalu terukir di
dalam hatinya tentang kisah-kisah tersebut. [10][27] Karena adanya kesan di
dalam hati, maka anak akan mudah menghayati kisah-kisah tersebut yang seolah-olah
ia sendiri menjadi tokoh utamanya.
Selanjutnya,
kisah qurani atau nabawi ini dapat dijadikan sebagai media untuk
mendidik dan membina dalam artian penanaman rasa keimanan dengan cara :
a. Membangkitkan berbagai perasaan seperti
khauf (takut), ridha dan cinta;
b. Mengarahkan seluruh perasaan sehingga
bertumpuk pada suatu puncak yaitu kesimpulan kisah;
c. Melibatkan pembaca atau pendengar
–anak- ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional. [11][28]
3. Metode Amtsal
Dalam memberikan pelajaran akalannya
Tuhan membuat perumpamaan. Hal ini dapat dilihat sebagaimana perumpamaan Tuhan
bahwa orang kafir adalah seperti orang yang menyalakan api untuk membakar
dirinya sendiri dan orang-orang yang berlindung selain kepada-Nya, laksana
laba-laba membuat rumah, padahal rumah yang paling lemah adalah rumah
laba-laba. [12][29]
Metode seperti itu dapat digunakan orang
tua sewaktu membina keagamaan anaknya di rumah. Bahasa yang santun dan halus
serta dengan perumpamaan akan menguntungkan dalam memberikan pembinaan, selain
anak tidak merasa bahwa pada saat itu ia sedang disinggung, juga anak akan
terbiasa menggunakan daya nalar yang dimilikinya untuk membaca dan menangkap
makna-makna abstrak.
4. Metode Teladan
Secara psikologis, anak pada masa
pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa-masa suka meniru, baik perilaku
yang baik ataupun perilaku yang buruk. Oleh karena itu, contoh atau perilaku
teladan dari orang tua dipandang penting untuk memberikan pembinaan kepada
anak. Salah satu contoh yang dikemukakan, apabila orang tua menginginkan
anaknya taat beribadah, tentunya orang tua harus lebih dahulu mencontohkan hal
tersebut. [13][30]
5. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan identik dengan
pengulangan yang dilakukan secara kontinyu atau dalam bahasa lain merupakan suatu
amalan yang nantinya akan berurat akar dan menjadi pola gaya hidup. [14][31] Kaitannya dengan
pembinaan keagamaan anak dalam rumah tangga, tentunya perlu adanya pembiasaan
yang awalnya telah dilakukan orang tua sehingga dapat menularkannya kepada
anak, seperti mengucapkan salam ketika masuk ke dalam atau ke luar rumah,
bangun pagi untuk mengerjakan shalat shubuh dan masih banyak lagi hal-hal yang
perlu dibiasakan. Apabila anak dibiasakan bangun pagi, maka akan merefleksi
pada kegiatan anak yang lain, artinya anak akan cenderung terbiasa melakukan
aktivitasnya di pagi hari. [15][32]
6. Metode 'Ibrah dan Mau'izhah
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, metode 'ibrah
dan mau'izhah adalah sebagai berikut :
'Ibrah
atau I'tibar adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar
yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau'izhah adalah nasehat yang
lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. [16][33]
Orang tua diharuskan mampu mengambil 'ibrah-'ibrah
yang ada dalam Alquran yang kemudian dapat disalurkan kepada anak sebagai
binaannya. Pengambilan 'ibrah tersebut dapat dikaji melalui kisah-kisah
yang telah disediakan Alquran, sehingga dengan perantara metode ini anak akan
dapat meresapi makna dan hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
Begitu juga dengan mau'izah,
tentunya juga orang tua harus memilki keterampilan menggunakan bahasa yang
dapat menyentuh ke hati anak. Dengan nasihat-nasihat keagamaan, anak akan
merasa terbina dengan getaran-getaran dari esensi nasihat tersebut. Semua ini
tidak akan berhasil apabila orang tua sebagai pemberi nasihat tidak terlibat di
dalamnya, tidak prihatin terhadap nasib anak yang dinasihatinya, dan tanpa
disertai rasa ikhlas (lepas dari kepentingan duniawi), serta materi nasihat
tersebut tidak diterapkan secara berulang kali. [17][34]
7. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib
adalah janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib
ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang
mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga, akan tetapi tekanannya ia targhib
agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.[18][35]
Dua metode di atas dapat
diterapkan di dalam pembinaan keagamaan anak di rumah tangga. Bermodal metode 'ibrah
dan mau'izhah orang tua dapat mendeskripsikan adanya targhib dan tarhib
dari Tuhan. Selain itu orang tua dapat menyakinkan kepada anak bahwa apa yang
telah dijanjikan Allah baik yang berupa targhib atau tarhib
benar-benar ditepati Allah di akhirat kelak.
Comments
Post a Comment