MAKALAH
Uin Sgd Bdg
Ridwansyah (1132020137)
Sinta (1132020156)
Suryati Suteja (1132020167)
KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN GURU
Dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain.
mcLeod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas.
Menurut tinjauan psikologis, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata).
Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seseorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap (Reber, 1988). Dari perilaku psiko-fisik (rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukan yang bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang.
Kerpibadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Mengapa demikian? Alasannya, disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu.
Mengenal pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah Darajat (1982) menegaskan: Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru profesional sangat diharapkan memahami karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan para siswanya.
Secara konstitusional, guru/ pendidik pada setiap jenjang pendidikan formal wajib memiliki satuan kualifikasi (keahlian yang di perlukan) dan sertifikasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi (pasal 42 ayat 1 dan 2 UU Sisdiknas 2003).
Selain itu dalam dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dan ditegaskan lagi dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005, harus memiliki kriteris tertentu yang menjadi syarat kualifikasinya. Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi: 1) fleksibilitas kognitif; 2) keterbukaan psikologis.
FLEKSIBILITAS KOGNITIF GURU
Flesibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu.
Kebalikannya adalah frigiditas kognitif atau kelakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau diri) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu. Seorang guru yang felksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat (reasonable reflective) yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye, 1990).
Dalam PMB, fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi yakni: Dimensi karakteristik pribadi guru; Dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa; dan Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar.
Uraian mengenai perbedaan karakteristik dan sikap guru yang luwes dengan karakteristik dan sikap guru yang kaku. Tabel dibawah bersumber dari Darajat (1982), Surya (1982), Burns (1991), dan Petty (2004).
Karakteristik Kognitif Kepribadian Guru Ciri Kepribadian Kgnitif Guru Guru Luwes Guru Kaku Menunjukan keterbukaan dalam perencanaan kegiatan mengajar-belajar Tampak terlampau dikuasai oleh rencana pelajaran, sehingga alokasi waktu sangat kaku Menjadikan materi pelajaran berguna bagi kehidupan nyata siswa Tak mampu memodifikasi materi silabus Mempertimbangkan berbagai alternatif cara mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa Tak mampu menangani hal yang terjadi secara tiba-tiba ketika pelajaran berlangsung Mampu merencanakan sesuatu dalam keadaan mendesak Terpaku pada aturan yang berlaku meskipun kurang relevan Dapat menggunakan humor secara profesional dalam menciptakan situasi PMB yang menarik Terpaku pada isi materi dan metode yang baku sehingga situasi PMB monoton dan membosankan Sikap Kognitif Guru terhadap siswa Ciri Sikap Kognitif Guru Guru Luwes Guru Kaku Menunjukan perilaku demokratis dan tenggang rasa kepada semua siswa Terlalu memperhatikan siswa yang pandai dan dan mengabaikan siswa yang lamban Responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar, dan merespons masalah disiplin, kesulitan belajar, dsb).
Tidak mampu/ tidak mau mencatat isyarat adanya masalah dalam PMB Memandang siswa sebagai mitra dalam PMB Memandang siswa sebagai objek yang berstatus rendah Menilai siswa berdasarkan faktor-faktor yang memadai Menilai siswa secara serampangan Berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran dan hukuman sesuai dengan penampilan siswa. Lebih banyak menghukum dan kurang memberi ganjaran yang memadai atas prestasi yang di capai siswa
KETERBUKAAN PSIKOLOGI PRIBADI GURU
Hal lain juga yang menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuandan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ektern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas.
Di samping itu ia juga memiliki empati (emphaty), yakni respon efektif terhadap pengalaman emosional dan persaan tertentu orang lain (Reber, 1988).
Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, umpamanya, maka ia turut bersedia dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa. Selain sisi-sisi positif sebagaimana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti di bawah ini. Pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain, kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa genjalan. Keterbukaan psikologis merupakan sebuah konsep yang menyatakan kontinum (continuum) yakni rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologis sampai sebaliknya, ketertutupan psikologis. Posisi seorang guru dalam kontinum tersebut di tentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan, dan berfantasi untuk menyesuaiakan diir.
Jika kemampuan dan keterampilan dalam penyesuaian tadi makin besar, maka makin dekat pula tempat pribadinya dalam kutub kontinum keterbukaan psikologis tersebut.
Secara sederhana, ini bermakna bahwa jika guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dalam hubungannya sebagai direktur belajar (director of learning) selain sebagai anutan siswanya.
Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar-benar dapat di harapkan berhasil dalam mengelola proses mengajar-belajar.
Optimisme ini muncul karena guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri. Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kepribadian ini harus menjadi ciri khas atau karaktyer guru yang membedakan dari tugas profesi lainnya. Pribadi yang disiplin Disiplin adalah kunci kesuksesan seseorang, termasuk guru seorang. Seorang guru yang menghendaki kesuksesan dalam melaksanakan tugas profesinya, ia harus memiliki pribadi disiplin tinggi. Secara konseptual, kedisiplinan adalah sikap mental untuk melakukan hal-hal yang seharusnya pada saat yang tepat dan benar-benar menghargai waktu (Poerwadarminta, 1999).
Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, berbuat baik, menjadi teladan (contoh yang baik), sabar, dan penuh pengertian.
Guru harus berusaha mendisiplinkan para siswanya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
Pribadi yang Jujur dan Adil Dalam KBBI, 2008: 591, jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus ikhlas. Kejujuran adalah kualitas suara hati yang hanya akan menetap pada diri pribadi yang kuat. Kejujuran adalah kesetiaan kepada kebaikan. Adil maknanya tidak berat sebelah, tidak berpihak, atau berpegang pada kebenaran, dan tidak sewenagng-wenang (KKBI, 2008: 10)
Pribadi Berakhlak Mulia Akhlak mulia adalah perilaku yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama, norma-norma sosial dan tidak bertentangan dengan adat istiadat masyrakat setempat. Akhlak mulia ini bersumber dari kitab suci agama (Abudin Nata, 2004).
Oleh karena itu, akhlak mulia biasanya bersifat universal, yakni dapat diterima oleh siapapun dan dimanapun. Guru berperan sebagai pendidik. Ia tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan (tranfer of knowledge) kepada siswanya, tetapi juga diharapkan menjadi spiritual father yang akan memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada para siswanya.
Sebagai orang yang memberikan nasihat maka ia mesti menghiasi dirinya dengan akhlak mulia terlebih dahulu. Pribadi Teladan Disadari atau tidak, keteladanan dalam diri seseorang akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Guru merupakan teladan bagi peserta didik, bahkan semua orang yang menganggapnya sebagai guru akan meneladaninya.
Guru profesional memiliki kepribadian baik yang menjadi teladan bagi semua. Ia menjadi teladan dalam segala bentuk tingkah laku dan ucapannya. Seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk menjjadi teman bagi siswanya dan tempat siswanya menyampaikan keluh kesah tentang persoalan belajar yang dihadapinya. Namun, dalam porsi ini, ada satu hal yang mesti diperhatikan, bahwa dalam kondisi apapun, guru selalu menjaga kewibawaannya sebagai sosok yang wajib diteladani bagi siswa meski dalam praktiknya berperan layaknya teman. keteladanan harus menjadi karakter dan pribadi pendidik. Seorang pendidik tidak hanya mentransferkan ilmunya kepada peserta didik, tapi hidup dan kehidupannya akan selalu menjadi acuan dan panutan, digugu dan ditiru selamanya. Bukankah baik dan buruknya akhlak siswa banyak ditentukan oleh baik dan buruknya akhlak pendidiknya? Pribadi yang mantap Agar dapat menjalankan tugas profesional dengan baik, seorang guru harus memiliki kepribadian yang tenang dan mantap. Guru yang memiliki kepribadian yang mantap perlu ditopang dengan keahlia atau kecakapan agar ia bisa terus survive dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, sehingga ia mampu berdaya saing dan berdaya sanding. Ada lima kecakapan yang penting dimiliki oleh seorang guru. Lima kecakapan tersebut adalah work ethic, collaboration, good communication, sosial responsibility, dan critical thinking dan problem solving (Mulyasa, 2007).
Pribadi yang Stabil Kestabilan emosi bagi seorang guru adalah sangat penting Guru yang tidak pandai mengendalikan emosinya akan membawa dampak yang tidak stabil bagi siswanya. Lalu apa emosi itu? Secara sederhana, emosi dapat dipahami sebagai luapan perasaan yang berkemang dan surut dalam waktu singkat, atau dimaknai sebagai keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembioraan, kesedihan, keharuan, dan kecintaan) (KBBI, 2018: 368).
Sebagai guru selayaknya anda bersikap waspada terhadap gerak emosi anda dapat stabil. Karena jika Anda dapat menstabilkan emosi, anda akan dapat bersikap positif dan lingkungan pun akan berbentuk dengan tenteram, dan suasana persahabatan dan ketenangan akan terbangun.
Menurut Goleman (1995), tahap kecerdasan emosi seorang individu merupakan faktor utama dalam menentukan kesuksesan seseorang individu, temasuk para guru dan pelajar. Pribadi guru yang stabil tentu sangat ditentukan oleh kestabilan emosi. Ia harus mampu mengelola emosinya dengan baik. Bahkan lebih jauh lagi, emosi yang stabil akan sangat mempengaruhi jiwa dan kewibawaan guru itu sendiri. Guru juga manusia. Memang guru adalah manusia biasa. Sebagai manusia biasa, guru tentunya boleh tertawa, marah, sedih, gembira, dan berbagai ekspresi emosi lainnya. Tetapi, dalam mengekspresikan emosinya, ia harus memperhatikan prinsip stabilitas yang mencerminkan dirinya sebagai pendidik. Guru efektif yang memiliki stabilitas emosional akan berpenampilan tenang, obyektif, proporsional, dan tidak mudah hanyut dengan suasana yang mempengaruhinya sehingga dapat melaksanakan proses belajar-mengajar dengan baik.
Pribadi Dewasa Pribadi dewasa menjadi salah satu persyaratan guru atau tenaga pendidik. dengan kata lain, bagi seseorang yang akan menerjunkan dirinya kedunia guru (menjadi guru), salah satu persyaratannya adalah sudah dewasa. Jadi, apa dewasa itu? Istilah dewasa atau kedewasaan sering di gambarkan sebagai segala organisme telah matang. Lazimnya, makna ini merujuk pada manusia. Orang yang dewasa ialah orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau wanita dewasa. Lantas, orang seperti apakah yang dapat dikatakan sebagai orang dewasa? Dapatkah kita mengetahuinya? Jawabannya, tentu saja bisa! Kedewasaan seseorang dapat dilihat dari ciri-ciri kedewasaan.
Secara umum, orang yang memiliki kedewasaan memiliki ciri-ciri perkembangan sebagai berikut: Perkembangan fisik mencapai puncak Perkembangan menta, kapasitas penuh idealisme, mandiri, berjiwa petualang Perkembangan sosial, berpusat pada keluarga dan pekerjaan Perkembangan emosional bertambah mantap Perkembangan spiritual, menerapkan iman Pribadi yang Arif dan Penyabar Sikap sabar adalah hal yang penting dimiliki oleh seorang guru, bahkan semua orang harus memiliki sikap sabar ini. Secara etimologi, kata sabar berasal dari bahasa arab, shabara, artinya “menahan diri” atau “mengekang”, kebalikannya adalah keluh kesah (Al-Munawir, 1999).
Allah Swt berfirman, sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar, sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri (Qs Ibrahim: 21).
Sabar harus menjadi pribadi guru yang melekat pada dirinya. Untuk memiliki sikap sabar dalam dirinya, guru dituntut memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, serta memahami kekurangan dan kelebihan diri dan siswanya. Ia harus mampu memahami psikologi perkembangan, psikologi pembelajaran, memiliki kemampuan didaktik dan metodik yang baik, memiliki stabilitas emosional, dan ammpu berpikiran positif, baik terhadap dirinya, siswanya maupun terhadap keadaan yang terjadi.
Pribadi Berwibawa Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan, guru adalah pendidik profesional. Sebagai pendidik, tentu ia menginginkan dirinya berwibawa didepan anak didiknya.
Semua orang menginginkan dirinya memancarkan kewibawaan yang dikagumi oleh semua orang dalam bentuk sikap penerimaan terhadap perilaku, perkataan dan segala tindakan. Berkaitan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya.
Guru juga harus memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu penegtahuan dan teknologi sesuai dengan bidang yang dikembangkannya. Guru hendaknya juga mampu mengambil keputusan secara independen terutama dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
Seorang guru harus dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat sasaran. Untuk membangun kewibawaan, seorang guru hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut: Kesesuaian kata dengan perbuatan Seorang guru yang seing berbeda anatar pembicaannyan dengan perbuatannya akan jatuh wibawanya.
Begitu juga dalam ayat yang lain, Allah Swt mengingatkan, “wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. (Qs Ash-Shaff: 2-3)
Jadilah orang pertama yang melakukan Salah satu cara paling baik untuk meningkatkan wibawa dan untuk memberikan contoh yang akan diikuti oleh orang lain adalah melakukan sendiri apa yang hendak ditularkan tersebut. Rasulullah Saw merupakan contoh paling nyata dalam perkara ini.
Menjadikan kata sebagai ikatan Wibawa dan kepercayaan orang kepada Anda sebagai guru dapat jatuh hanya karena kata-kata. Ingatlah “mulutmu harimaumu”, misalnya saja kebohongan.
Semua ini menyangkut masalah kata. Perkataan harus menjadi ikatan. Untuk memastikan agar kata-kata anda merupakan ikatan, setidaknya ada tiga hal penting yang harus senantiasa dijadikan pegangan:
(1) jangan sekali-kali membuat janji yang tidak dapat anda penuhi;
(2) jangan sekali-kali membuat keputusan yang tidak dapat anda dukung.
(3) jangan sekali-kali membuat perintah yang tidak dapat anda laksanakan. Berpegang pada nilai hakiki Berpegang pada nilai-nilai hakiki berarti berpegang pada dua perkara, yaitu
(1) mendahulukan ‘azimah artinya hukum dasar.
(2) banyak menjauhi perkara mubah yang tidak perlu. Pribadi yang memiliki Rasa Percaya Diri Percaya diri atau optimis dalah keadaan seseorang yang mampu mengendaliakn serta menjaga keyakinan.
Seorang guru efektif adalah seorang guru yang memiliki rasa percaya diri (optimis). Sikap ini sangat mempengaruhi gairah dan semangat para siswa dalam belajar.
Suasana kelas akan terasa menyenangkan, menggembirakan, dan kondusip untuk belajar bila gurunya optimis. Sikap optimis sangat penting dimiliki, sebab sikap ini akan menular kepada siswanya. Bila guru tampil dengan sangat optimis dalam proses pembelajaran, maka para siswapun akan bersemangat dan optimis dalam belajar. Sebaliknya bila guru tidak percaya diri dan minder, maka siswanya pun menjadi lesu dan tidak memiliki rasa percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA
E. mulyasa (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Moch Uzer Usman (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Zakiyah Darajat (1980). Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang.
Ahmad Tafsir dan Muchtar Solihin (2011, 2012). Pengembangan kompetensi kepribadian guru menjadi: menjadi guru yang di cintai dan diteladani oleh siswa. Bandung: Nuansa Cendekia.
Muhibbin Syah (2012). Psikologi Pendidikan.n Bandung: Remaja Rosda Karya.
Social Media